Subscribe to our RSS Feeds
Hello, this is a sample text to show how you can display a short information about you and or your blog. You can use this space to display text or image introduction or to display 468 x 60 ads and to maximize your earnings.

Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua

0 Comments »
Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua: wahai menantuku, aku hanyalah seorang ibu yang berbicara atas nama diriku sendiri dengan melihat putriku sebagai istrimu dan engkau sebagai...
22.44

Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua

0 Comments »
Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua: wahai menantuku, aku hanyalah seorang ibu yang berbicara atas nama diriku sendiri dengan melihat putriku sebagai istrimu dan engkau sebagai...
22.44

Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua

0 Comments »
Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua: wahai menantuku, aku hanyalah seorang ibu yang berbicara atas nama diriku sendiri dengan melihat putriku sebagai istrimu dan engkau sebagai...
22.44

Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua

0 Comments »
Arcbruine :): Surat Untuk Menantu, dari Ibu Mertua: wahai menantuku, aku hanyalah seorang ibu yang berbicara atas nama diriku sendiri dengan melihat putriku sebagai istrimu dan engkau sebagai...
22.43

Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Serat Niti Mami

0 Comments »
Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Serat Niti Mami: Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarenga...
00.13

NgeLmu Becak : SURAT UNTUK CALON IBU MERTUA

0 Comments »
NgeLmu Becak : SURAT UNTUK CALON IBU MERTUA: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh… Sebelum saya terus menggores kata dalam tulisan ini.. ijinkan lah saya...
00.11

Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > MASIH RELEVANKAH ISLAM DISEBUT AGAMA DAMAI ?

0 Comments »
Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > MASIH RELEVANKAH ISLAM DISEBUT AGAMA DAMAI ?: Pertikaian Syiah Sunni di dunia tadinya tidak mampir di benak saya. Namun pembunuhan jemaah Syiah di Sampang benar-benar menjadikan pertika...
00.09

Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > MASIH RELEVANKAH ISLAM DISEBUT AGAMA DAMAI ?

0 Comments »
Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > MASIH RELEVANKAH ISLAM DISEBUT AGAMA DAMAI ?: Pertikaian Syiah Sunni di dunia tadinya tidak mampir di benak saya. Namun pembunuhan jemaah Syiah di Sampang benar-benar menjadikan pertika...
00.09

Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 59]

0 Comments »
Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 59]: “Belum paham apanya, keparat!” teriaknya, matanya berputar mencari pemilik suara. Semakin dicari, semakin memusingkan. “Bukankah sudah say...
00.05

Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 57]

0 Comments »
Kandjeng Pangeran Karyonagoro: > Siti Jenar dan Wali Sanga [Bag 57]:  ”Eeh…sihir apalagi yang andika gunakan, Syekh?”  ”Pangeran, tidak semestinya seorang terpelajar dan memiliki jabatan menduga-duga dan men...
00.05

ARYA WIGUNA vs WARKOP 2 : Siapa di Belakang Subur -- ORIGINAL

0 Comments »
22.58

kl

0 Comments »
Tak jarang perdebatan yang seharusnya berjalan sehat justru berujung pada pertengkaran yang penuh tekanan. Berharap makin sehat, Anda justru stress karena tak piawai dalam melakukan debat yang baik dengan pasangan.

Suasana
Seringkali, debat terjadi tanpa direncanakan, obrolan-obrolan ringan pun bisa menuntun pada perdebatan yang tak diduga. Namun, ketika perdebatan menjadi agak memanas, Anda perlu berhati-hati dengan suasana dan keadaan sekitar Anda dan pasangan.
Bila ternyata ada anak-anak yang menyimak perdebatan Anda, atur emosi Anda sebaik mungkin. Bila ternyata pasangan Anda tak sanggup menahan diri, ingatkan dia bahwa ada anak-anak yang seharusnya tak melihat perdebatan buruk orang tua mereka.
Lebih baik lagi jika Anda beradu debat dengan pasangan dalam suasana yang privasi di mana hanya ada Anda berdua saja. Suasana semacam itu akan membantu mengantarkan Anda pada debat yang romantis namun tetap berkelas.

Empati

Empati berkaitan erat dengan bagaimana Anda menghargai tiap pendapat pasangan Anda dengan tidak menyerangnya secara subjektif. Mengatakan bahwa dia adalah sosok yang tidak ahli dalam bidang yang diperdebatkan bukanlah cara yang bijaksana. Menyerangnya secara pribadi justru akan membuat alur berpikirnya runtuh dan emosinya mudah memuncak.
Karena itulah empati menjadi penting. Jika Anda menghargai pendapatnya, dan ia menghargai pendapat Anda, itulah saat di mana perdebatan Anda berjalan dengan atmosfer yang baik dan harmonis.
To The Point
Jangan biarkan diri Anda dan pasangan berputar-putar atau bahkan melebar kepada pembicaraan yang tak runtut dan tak fokus pada inti perdebatan. Hal semacam itu akan membuat perdebatan menjadi melelahkan dan tak berujung pada akhir yang baik.
Jika perlu buatlah kesepakatan dengan pasangan tentang apa yang sebenarnya ingin dicapai dari perdebatan Anda dan pasangan Anda. Anda berdua pun sepatutnya saling mengingatkan ketika salah satu di antara Anda dan pasangan Anda rupanya membuang waktu dan energi dengan pembicaraan yang ngalor-ngidul.

Ice Breaking

Meski perdebatan menuntut agar fokus Anda terjaga secara baik, bukan berarti Anda tak punya kesempatan untuk membuatnya menjadi agak ringan.
Pecahkanlah kekakuan dan tekanan dalam perdebatan Anda dan pasangan Anda dengan sedikit joke yang membuat pasangan Anda tersenyum dengan tanggapan Anda, yang meskipun tak berhubungan dengan inti perdebatan, namun sesungguhnya meringankan ketegangan yang ada.
Namun joke-joke yang kebablasan pun tak baik dalam perdebatan Anda. Tidak terlalu tegang namun juga tak terlalu nyeleneh dalam berdebat adalah ciri perdebatan yang baik.
Akui Kehebatannya
Setelah beradu debat yang cukup melelahkan, dan ternyata si dia memiliki argumen yang lebih kuat di banding argumen Anda, itulah saatnya untuk memuji kecerdasannya. Tak hanya Anda, selayaknya Anda pun mendapat pujian darinya.
Tak ada yang mutlak benar dan mutlak salah dalam sebuah perdebatan. Masing-masing dari diri Anda dan pasangan Anda memiliki sisi kebenarannya masing-masing. Akui kesalahan masing-masing dan mengakui kebenaran pasangannya merupakan sebuah akhir dari perdebatan yang berkelas dan cerdas.

23.58

komit

0 Comments »
ertimbangkan hal-hal berikut ini:

Ingat lagi komitmen

Cinta segitiga umumnya timbul karena Anda yang tidak konsisten dalam memahami dan menepati komitmen. Anda dan pasangan pasti sudah berkomitmen di dalam hubungan. Ingat kembali komitmen yang telah dibuat, dan coba mengaplikasikannya di dalam kondisi Anda. Apakah Anda harus meninggalkan pasangan, atau tetap bersamanya dan melupakan cinta yang lain, tergantung dari Anda dalam menepati komitmen.Tanyakan dalam hati, "Apakah dia orang yang tepat?"
Banyak orang berkata cinta kedua dalam hubungan biasanya lebih baik dari pasangan Anda. Namun, apakah itu benar? Telaah kembali sifat-sifat dan perilaku mereka, mana yang tepat dan cocok untuk Anda. Memilih salah satunya adalah keputusan besar bagi Anda dan bukan bersikap serakah dengan tetap mempertahankan keduanya.
Jujur kepada pasangan dan cinta kedua
Ketika akhirnya Anda sudah memilih, katakan jujur kepada keduanya mengenai keputusan Anda. Usahakan bicarakan secara baik-baik agar tidak menimbulkan masalah.

23.50

gg

0 Comments »
"Ngasih maaf? Memangnya saya Tuhan? Urusan dosa manusia, yang berhak ngasih maaf itu ya Tuhan. Saya sama sekali tidak punya hak untuk memberi maaf kepada siapa pun, kecuali seseorang itu secara langsung pernah mencelakai saya," jawab Mas Celathu sambil meneruskan, "Lha kalau persoalannya hukum, biarlah itu diselesaikan secara hukum. Kan sudah ada tatanan yang mengaturnya."
"Tapi sampeyan kan diuntungkan ta. Sampeyan kan sering menirukan suara tokoh itu. Emang sudah bayar royaltinya?"
Mas Celathu yang memang kerap memparodikan tokoh itu dengan mengimitasi suaranya, tergeragap juga. Lalu dengan tangkas dia menyergah, "Akan saya bayar royaltinya, setelah tokoh itu membayar royalti kepada keluarga jutaan korban yang telah disengsarakannya."
Mas Celathu lalu menjejer berbagai kasus pembantaian manusia di masa lalu, yang telah dijadikan ancik-ancik tahta kekuasaannya. Jutaan keluarga dipunahkan masa depannya karena dikelompokkan sebagai anggota partai terlarang. Yang lainnya lagi ditenggelamkan nasibnya dalam waduk raksasa, ditumpas karena berbeda pendapat, disirnakan karena mempertahankan tanahnya, dan lain-lain.
Mengingat rangkaian kekejaman terhadap kemanusiaan itulah, Mas Celathu jadi semakin gemas dengan lagu "Gugur Satu Tumbuh Seribu" yang mengiringi berbagai pemberitaan.
Sepertinya ia ingin mengubah syair lagu itu menjadi, "Gugur Seribu Satu pun Jangan Tumbuh". Betapa berbahayanya jika sampai syair itu bertuah. Bayangkan, satu orang saja berhasil membinasakan jutaan manusia, apalagi jika lahir lagi seribu manusia sejenis itu. Peradaban bisa ambyar berantakan.
Dan ketika Mas Celathu, melalui pesan pendek, menanyakan hal ini kepada seorang kiai di Rembang yang diidolainya, dia memperoleh jawaban yang mengejutkan, "Sekarang sudah lahir yang seribu" itu.
Mas Celathu termangu memandang SMS yang baru diterimanya. Benar juga jawaban Pak Kiai ini. Yang gugur memang cuma satu, namun diam-diam telah terwariskan keganasan, ketegaan dan kekejaman dalam ribuan wajah. Dan kini, rupanya kita sedang hidup dalam kepungan keganasan baru. (45)
23.48

sl

0 Comments »
Pergi atau Rajut Kembali ?
Ketika Anda sudah merasa cukup dengan semua yang ia katakan tentang skandal perselingkuhannya, Anda perlu untuk mengolah baik-baik semua itu. Jika perlu, Anda bisa meminta seorang konselor atau seorang profesional untuk membantu Anda mengambil langkah tepat demi keberlanjutan hubungan Anda dengan pasangan Anda.
Bisa jadi setelah perselingkuhan itu, Anda dan dia justru semakin hangat kembali karena masing-masing menyadari kesalahan, kekurangan dan berjanji untuk memperbaikinya. Jika Anda masih memercayainya dan dia menyesali perbuatannya, kenapa tidak ?
Memilih pergi atau menghangatkan kembali hubungan Anda dengan dia sepenuhnya ada di tangan Anda. Pilihlah solusi terbaik yang Anda ambil dengan pikiran jernih dan kebijaksanaan yang Anda punyai. Dengan begitu, satu masalah percintaan telah berhasil Anda hadapi, menjadi pelajaran bagi hidup dan cinta Anda yang berarti.
23.46

money

0 Comments »
KEGIATAN cuci - mencuci sebenarnya perkara baik-baik aja. Yang jorok sebangsa daki, lumut, debu, bakal sirna karena aktivitas pembersihan itu. Apalagi jika mencucinya pakai sabun. Mau makan wajib cuci tangan. Biar para kuman minggat, dan supaya pakaian tidak beraroma seng-breeeng, sekarang sudah ada sabun sekaligus pewangi yang bisa mengubah pakaian kotor menjadi bersih dan wangi. Kata iklan, malah bisa membuat yang sudah putih menjadi lebih putih. Lebih cling.
Tak ada yang meragukan bahwa kegiatan mencuci merupakan tugas yang mulia. Semua agama mengajarkan, kita harus senantiasa bersih lahir dan batin. Sebelum sembahyang, umat muslim musti ambil air wudu. Bukankah mengusir kekotoran "kotor jiwa maupun badan " dan menjadikannya lebih bersih, adalah sebuah kemuliaan? Tapi Bos Mburi, begitu panggilan abdi kinasih Mas Celathu yang memberesi urusan belakang, termasuk urusan cuci mencuci, jadi masgul ketika tempo hari mendengar heboh soal cuci-piringnya Presiden SBY.
"Ini aneh lho. Lha wong cuma ada orang mengaku sedang mencuci piring, kok orang lain sewot? Saya itu saban hari asah-asah, juga nggak ada masalah,"ujar Bos Mburi yang memang jagoan membikin kinclong piring di dapur.
Di keluarga Mas Celathu, Bos Mburi ini memang dikenal perfeksionis dalam urusan kebersihan. Apa pun yang dibersihkannya selalu berakhir licin mengkilap. Dengan tangkas dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, dia bisa mengubah tumpukan piring kotor menjadi cling berkilau. Untuk membersihkan lantai, dia pantang menggunakan sapu, melainkan sulak bulu ayam alias kemoceng, sehingga Bos Mburi kerap dijumpai sedang ngesot, bahkan terkadang tiarap, saat membersihkan debu-debu di kolong lemari. "Kalau lalat belum kepleset, berarti lantainya belum bersih," ujarnya mengibaratkan kualitas sapuannya.
Menurut Bos Mburi yang kini usianya lebih setengah abad, tidak sepantasnya orang mengeluh hanya lantaran mencuci. Bahkan, seharusnya malah bersyukur. Membuat segala hal menjadi bersih, merupakan tugas mulia dan berpahala.
"Seharusnya Pak SBY jangan mengeluh. Kalau memang capek, kan bisa suruhan Paspampres yang galak-galak itu mbantu asah-asah. Lagian kalau beliau mau, kan bisa memerintahkan anggota partainya cuci piring rame-rame. Seru itu. Bisa didaftar ke MURI, sejuta orang cuci piring. Barang gampang kok dibikin angel," gugat Bos Mburi.
Mas Celathu yang sedari tadi mencoba menjadi pendengar yang baik dan benar, hanya senyam-senyum mendengar logika abdi yang sekaligus sahabatnya itu. Agaknya pemahaman simbolik terhadap kata kiasan yang bermakna ganda, belum benar-benar melekat dalam cara pikir Bos Mburi.
"Bos, yang dimaksudkan Pak SBY itu bukan cuci piring beneran. Itu cuma perumpamaan. Ibaratnya, koruptor pada berpesta mencuri harta negara, melakukan illegal loging, sementara pemerintah cuma kebagian membersihkan piring
"Oooo gitu ta? Tiwas saya gumun. Lha wong sudah punya pangkat presiden, kok ya masih kober-kobernya asah-asah," Bos Mburi manggut-manggut.
Sekarang ia mulai paham soal kiasan. Ternyata setiap kata bisa punya dua arti. Makanya, dia merasa musti berhati-hati bertutur kata, supaya tidak membuat dirinya disalahpahami. Pikirnya, semakin seseorang berpendidikan, semakin ngaco omongannya. Selalu saja ada ganjil. Sekarang soal cuci piring ia keliru menafsir. Padahal dalam urusan cuci - mencuci, masih banyak kiasan dengan kata cuci bertebaran: cuci mata, cuci tangan, cuci mulut, cuci gudang, cuci hati, cuci jiwa, cuci pikiran, dan sebangsanya.
"Saya dengar berita di tivi, lha kok ada pejabat pada mencuci uang. Apa ya nggak eman-eman ya, mosok uang kok dicuci? Apa ya nanti masih laku?"tanyanya tanpa bermaksud melucu.
"Niku nggih termasuk kiasan, Bos. Maksudnya, itu biasanya uang hasil korupsi yang diputer-puter dulu, dititipkan orang lain, dimasukkan bank terus ditarik kembali, dipinjamkan untuk usaha, dan seterusnya. Pokoknya, uang itu dijalankan kemana-mana sampai akhirnya seakan-akan uang itu jadi bersih, tidak terlacak lagi asal muasalnya. Itu namanya money laundry alias cuci uang,"dengan sabar Mas Celathu kasih penjelasan.
"Lha kalau cuci mata, apa ya supaya tidak ketahuan dari mana asalnya mata?"
"Yaaa tidak. Itu maksudnya iseng melihat-lihat pemandangan di tempat umum. Kalau sampeyan seharian capek membersihkan rumah, boleh cuci mata dolan ke mall. Gitu bos," Mas Celathu menerangkan lagi tanpa bosan.
Sebelum ditanya lebih jauh, Mas Celathu langsung nyerocos seperti guru bahasa. Mengartikan kiasan lain, cuci pikiran dan cuci gudang. Sambil menyandarkan badan di kursi mangkok di teras rumahnya yang asri, Mas Celathu bilang," Kalau cuci pikiran itu maksudnya seseorang itu dibersihkan dari cara berpikirnya masa lalu. Setelah pikiran kosong, biasanya otak diisi dengan cara berpikir yang baru, biasanya pikiran yang berbeda dengan cara berpikir sebelumnya."
"Cuci gudang artinya juga supaya kosong?"
"Persis. Itu artinya mengosongkan gudang. Biasanya mengobral barang di gudang dengan harga bantingan."
Bos Mburi yang semula agak mudheng, sekarang jadi rada puyeng. Orang sekolahan itu memang susah di-gugu. Tadi katanya kiasan soal cuci mencuci berarti bersih-bersih. Tapi rupanya bisa juga berarti, "supaya tidak terlacak" - "dolan ke mall" - "pengosongan otak" dan "jual obral" Jadi, kesimpulannya, dirinya harus waspada. Dalam hati ia berjanji akan bicara yang lurus-lurus saja. Tidak mau pakai kata kiasan. Salah-salah bisa membuat dirinya jadi tertawaan orang. Atau malah kena pasal penghinaan.
Bayangkan saja, kalau Bos Mburi tiba-tiba sok intelek dan menghamburkan kiasan begini: "Sebelum cuci piring, sebaiknya Bapak cuci pikiran dan cuci tangan. Setelah itu Bapak tinggal cuci uang, terus memborong barang-barang cuci gudang sambil sekaligus cuci mata."
Lha rak tenan. Untungnya kalimat ngawur itu hanya diucapkan dalam hati. Gawat kalau sampai ada yang mendengarkannya.(11)
23.44

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/06/11/227308/Harus-Pandai-Mengambil-Hati-Anjing

0 Comments »
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/06/11/227308/Harus-Pandai-Mengambil-Hati-Anjing
MAS Celathu berjanji tidak akan lagi menyepelekan kuku. Dia bersumpah bakal lebih peduli merawat dan memotong kuku. Lo, memangnya kenapa kok tiba-tiba kuku jadi persoalan serius, seakan-akan tidak ada soal lain yang lebih gawat untuk dibicarakan?
Bukankah perkara kedelai dan tempe hari ini lebih urgen untuk diomongkan? Atau soal rontoknya harga-harga saham yang mengancam lahirnya resesi global dan bisa dipastikan bakal membikin perekonomian Indonesia njengkelit nggak karuan?
''We la, jangan menyepelekan kuku. Saya sudah kena akibatnya,'' sergah Mas Celathu.
Awal perkaranya memang cuma sepele. Gara-gara lupa memotongi dan alpa mengurus pertumbuhan kuku kaki Mas Celathu menyodok sudut kulit jempolnya. Semula biasa saja, tapi lama-lama membengkak dan baru jadi perkara setelah langkah Mas Celathu jadi terpincang-pincang lantaran sang jempol menggelembung dengan nanah di dalamnya.
Mas Celathu hanya bisa mengerang kesakitan. Dia cuma bisa lenger-lenger.
Pendeknya, dari secuil kuku, tubuh perkasa bisa rontok. Produktivitas mandeg. Aktivitas macet. Semua jadwal bubrah. ''Makanya jangan hanya memikirkan perkara-perkara besar. Sok ngomong politik. Pilkada. Korupsi. Ngrasani jendral besar. Sampeyan ini ora sembada. Cuma dikerjaian sama kuku aja langsung ambruk,'' ejek Mbakyu Celathu, sambil mengompres jempol yang kini segede bakpao.
''Iya, iya....saya sudah insyaf. Jangan diomeli terus ta. Semangkin diomelin, semangkin sakit. Wuaduh,....duh, duh,'' jawab Mas Celathu sengit, sambil tetap meringis kesakitan.
Dari ujung bawah kakinya, Mas Celathu merasakan bagimana rasa sakit itu merayap sampai ke otak. Selangkangannya juga terasa njarem. Suhu badannya meninggi. Kepala cekot-cekot seperti ada seratus jari menjitaki. Pandangan terasa kabur dan semua pemandangan yang dilihatnya jadi out of focus.
Dalam hajaran derita itu, Mas Celathu akhirnya menyadari bahwa dirinya tak boleh melakukan diskriminasi terhadap setiap bagian organ tubuhnya. Semua penting perannya. Jika salah satu bagian diabaikan, maka akibatnya bisa ke mana-mana. Bisa mengacaukan sistem dan mekanisme. Biar pun hanya sepotong kuku, jika tak diurus dengan baik nyatanya bisa bikin kehidupan macet.
Rasa sakit, juga sakitnya kehidupan masyarakat, acapkali memang tidak selalu disebabkan oleh hal-hal besar. Yang membuat tubuh ambruk, seringkali bukan hanya karena serangan jantung, hepatitis, darah tinggi, diabetes, stroke, gagal ginjal dan sebangsanya. Kuku di jempol kaki pun bisa pula jadi penyebab. Kata lain, ambruknya ekonomi dan rontoknya kehidupan sosial terkadang bukan hanya berkaitan dengan kebijakan makro ekonomi atau perang politik tingkat tinggi. Kedelai pun bisa jadi penyebab.
Mas Celathu tak habis pikir, bagaimana mungkin negara yang mayoritas warganya doyan makan tahu dan tempe, ternyata masih mengandalkan kedelai impor? Ironisnya, menurut sebuah sumber yang layak dipercaya, konon kedelai impor itu di sononya hanya layak sebagai pakan ternak karena kontaminasi kandungan racun dari pupuk pestisidanya melampaui ambang batas.
Kebenaran tentang hal ini, wallauhualambisawab. Eh sudah begitu pun, pemerintah masih juga gagal melakukan antisipasi, sehingga kekurangan persediaan itu menyebabkan harga kedelai melambung dan biasanya selalu diikuti lahirnya para penimbun yang selalu cari untung di tengah kesempitan. Edan ta?
Yang membuat Mas Celathu tambah mengernyitkan kening, ''Bagaimana mungkin semua itu bisa terjadi di sebuah negara agraris, yang cuaca dan musimnya memungkinkan akan tumbuh suburnya kedelai?''
Mas Celathu melenguh dan bergumam pelan, ''Walah, walah...terus Menteri Pertanian, juga sarjana-sarjana yang konon ciamik mengolah tanah dan tetumbuhan, selama ini kerjanya ngapain aja?''
''Sampeyan ya jangan lantas menyalahkan Pak Menteri. Yang beliau urus itu tidak hanya kedelai. Pertanian itu luas banget persoalannya. Ya nasib petani, soal pupuk, ketersediaan bibit, rekayasa genetika, perubahan musim, bencana banjir, teknologi pertanian. Dan, masih banyak lagi,'' Mbakyu Celathu mengingatkan.
''Lo, apa susahnya melakukan mobilisasi secara nasional tanam kedelai. Pemerintah menyiapkan bibit dan rabuk, petani yang bercocok tanam, dan hasil panennya pasti dibeli rakyat. La wong kebanyakan rakyat Indonesia masih mengonsumsi tahu tempe. Kan begitu ta, mata rantai hukum dagangnya. Jadi, tanpa impor, devisa kita nggak kemana-mana,'' kata Mas Celathu meyakinkan, menirukan lagak wakil rakyat yang sedang ngoceh, seperti pernah dilihatnya di layar televisi.
Jika dirasakan, omongan Mas Celathu yang menaburkan idiom-idiom ekonomi itu terasa asing meluncur dari mulutnya. Nggak match-lah. Terlebih ketika kemudian dia melanjutkan, ''Saya curiga, jangan-jangan ini memang ulah politisi yang ngobyek jadi calo impor kedelai.''
''Huss, sampeyan ini mbok jangan waton njeplak. Jangan sembarangan bicara,'' sergah Mbakyu Celathu.
''Abiiiis, gemes aku.''
Dalam fantasi Mas Celathu, kealpaan memikirkan dan mengurus penyelenggaraan kedelai secara nasional itu, sama serupa dengan dirinya yang alpa mengurus kuku sehingga membuat dirinya kesakitan. Ketika kedelai disepelekan, diabaikan, dan didiskriminasi kebijakannya, kesakitan demi kesakitan akan menghajar masyarakat. Bayangkan jika sampai setahun ini, ketersediaan kedelai -impor maupun ikhtiar swasembada- tidak segera terwujudkan, rasanya cukup ngeri membayangkan terjadinya badai sosial.
Tanpa kedelai, kita tak hanya bakal menyaksikan gelombang pengangguran anyar para perajin tahu, tempe, dan kecap -tapi juga merosotnya kualitas manusia yang tumbuh tanpa gizi dari tahu dan tempe. Mungkin inilah kesamaan nasib kuku kaki Mas Celathu yang hari ini membuat dirinya nyengir kesakitan. Rasa sakit itu bisa merayap kemana-mana. Hanya bermula dari kuku, eh kedelai.
Tapi kita belum tahu, apakah pemerintah juga bisa merasakan sakit itu? (46)
23.41